Al-Qur’an Wajib Menjadi Dalil Syar’i Yang Pertama
AL-QURAN adalah
wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril a's. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Di dalamnya terkandung berbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang
tersurat maupun tersirat.
Sebagai umat
Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan
mengamalkan serta menyebarluaskan ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil I'tibar serta pengajaran, lalu menjadikannya
sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
Namun jika kita
menilik lebih jeli lagi tentang apa yang ada dalam Islam dan masyarakat Islam
Indonesia, sadarkah kita bahwa aqidah kita sedang dibredel dan dibobol
habis-habisan? Banyak tulisan yang mengatasnamakan agama tentang; keraguan
Al-Qur'an, bahwa mushaf Al-Quran yang ada di tangan kita saat ini tidak sama
dengan al-quran yang di wahyukan tuhan kepada nabi Muhammad. mereka menuding
proses pembukuan Al-Quran oleh kholifah abu bakar usman R.A. banyak mengalami
kesalahan dan distoras. Masihkah kita tertidur pulas di ranjang kemunafikan
zaman? Ataukah kita masih tetap menjadi umat manja yang mau bangkit jika Allah
telah menegur? Tersadar atau tidak, agama tinggallah agama, aqidah tinggallah
aqidah.
Sebelum membahas
banyak hal tentang al-quran yang di jadikan dalil syar'i kami akan mengenalkan
dulu apa-apa yang berhubungan dengan Al-Quran sebagai titik awal memasuki
kajian lebih dalam mengenai Al-Qur'an.
Ta'rif (definisi
) Al-Quran
Al-Quran secara
etimologi adalah masdar dari lafadz قرأ قراءة وقرأنا yang artinya
"membaca" Allah berfirman dalam Al-Quran :
إن علينا جمعه وقرأنه ، فاذا قرأنه فاتبع قرأنه
(17-18 القيامة)
"Sesungguhnya
atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya"(17-18)
Adapun secara
terminology syari'at Al-Quran merupakan kalam Allah yang di turunkan kepada
Nabi Muhammad SAW berupa lafadz yang berbahasa arab beserta ma'na-ma'nanya,
yang fungsinya supaya di jadikan hujjah bagi Rasulullah dalam pengakuannya
menjadi rasul, yang sekarang ditulis dalam beberapa mushaf yang diriwayatkan
mulai pertama kali hingga sampai pada kita semua dengan cara mutawatir,dan
hanya dengan membacanya sudah bisa dibuat taqarrub (beribadah) kepada Allah,
yang mendapat jaminan langsung dari Allah atas keotentikannya sebagaimana yang
termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9:
(
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ) (سورة الحجر: 9).
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr
(Al-Qur'an), dan kamilah yang akan menjaganya'"(3)
Keistemewaan
Al-Quran:
Semua
sifat-sifat yang telah di sebutkan di atas merupakan keistimewaan-keistemewaan
yang paling menonjol yang bisa membedakan Al-Quran dengan yang lain
1. Menjadi kalam
Allah baik lafadz nya atau ma'na nya, Al-Quran paketan langsung dari Allah, dan
lafadz Al-Quran semuanya berbahasa arab Rasulullah hanya membaca dan
menyampaikannya, berpacu dari keterangan ini mengecualikan hadis qudsi(yaitu
hadis yang di riwayatkan oleh Rasulullah dari Allah berupa ma'na adapun lafaz
nya dari Rasulullah ) dan juga tidak termasuk Al-Quran penafsiran pada satu
surat atau ayat denga bahasa arab dengan kata-kata muradif (sinonim) yang sudah
bisa menunjukkan ma'na dari surat atau ayat tersebut.
2. termasuk
keistemawaannya lagi adalah Al-Quran di riwayatkan secara tawatur sehingga
kemungkinan permalsuan akan semakin mengecil dan lebih rumit, karena istilah
tawatur biasa digunakan pada pengumpulan informasi dari berbagi sumber dan
perbandingan di mana jika sebagian besar menyetujui suatu bacaan, maka hal yang
demikian memberi keyakinan akan keaslian bacaan itu sendiri, ". .dari
keterangan ini kita bisa memahami bahwa bacaan yang tidak mutawatir (qiroah
syadzah) tidak bisa dikatan Al-Quran dan juga tidak bisa dihukumi sebagaimana
Al-Quran
3. Dibuat
hujjahnya Al-Quran didalam pengakuan Rasulullah menjadi nabi, jadi Al-Quran
menjadi bukti pamungkas yang tak terkalahkan, karena Al-Quran muncul dikalangan
syu'aro'-syu'aro'(ahli sastra arab) dan di bawakan oleh orang yang ummi
(Rasulullah) dengan tanpa ada yang bisa menandinginya.
4. I'jaz artinya
memperlihatkan kebenaran Nabi didalam pengakuan-Nya menjadi Rasul dengan
melakukan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan yang berlaku. Adapun bahasa
I'jaz ini bisa diwujudkan ketika ada tiga perkara: al-tahaddi (bertanding
dengan menantang terlebih dahulu), ada perkara yang menyebabkan (perkara yang
menuntut untuk) bertanding, dan tidak adanya sesuatu (alasan) yang bisa dibuat
untuk menolak pertandingan tersebut. Dan Ketiga-tiganya ini sudah terdapat pada
Al-Quran, tahaddi misalnya, Rasulullah berkata pada ahlu makkah : Saya ini
utusan Allah, bukti kalau Aku ini benar-benar diuts oleh Allah itu Al-Quran
yang Aku baca ini, ketika mereka mengingkari atas kebenarannya kemudian
Rasulullah berkata pada mereka : kalau kalian meragukan perkataan-Ku maka datangkanlah
satu surat yang bisa menyamai Al-Quran yang telah Aku baca ini, Allah
berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا
عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة23)
" Dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar
".
Untuk syarat
yang kedua, dengan datangnya Rasulullah membawa agama yang menganggap batal
agama mereka ini sudah bisa menjadikan sebab untuk bertanding, untuk yang
terakhir sudah sangat jelas bahwa Al-Quran diturunkan dikalangan syu'aro' (ahli
bahasa dan sastra arab) yang menyebabkan tidak adanya alasan bagi mereka untuk
tidak melawan. Adapun kalau tidak melawan berarti memang mereka tidak bisa
melawan.
Sudut pandang ke I'jazan Al-Quran
Ke I'jazan
Al-Quran bisa kita tilik dari sebagian sudut (sisi), yang pertama dari segi
tatanan bahasa, arti yang dikandungnya, dan hukum-hukum didalamnya.
Yang pertama,
Al-Quran kurang lebih ayatnya berjumlah enam ribu, jelasnya (6226) semuanya di
ibaratkan dengan ibarat yang berbeda-beda dan gaya bahasa yang berbeda juga
sasarannya berbeda. Terkadang membahas I'tiqod, terkadang syariah, dan
terkadang akhlaq, serta tidak ditemukan di antara ibarat satu dengan yang lain
ibarat yang lebih baligh, bahkan semuanya dalum satu tingkatan (drajat
tertinggi). Dan yang terakhir, walaupun Allah mengibaratkan dengan ibarat yang
berbeda-beda akan tetapi tidak ada ayat yang bertentangan dari satu ayat dengan
yang lainnya(tujuannya sama) oleh karenanya Allah berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ
مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا [سورة النساء:
82]
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.(AN
Nisaa' 82)
Yang kedua, kita
pandang dari sisi Al-Quran menceritakan kabar-kabar, kejadian-kejadian yang
tidak ada yang tahu selain Allah ((المغيببات, Al-Quran menceritakan
kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan, contoh firman dalam surat
Ar-Rum:
قوله تعالى :( الم (1) غُلِبَتِ الرُّومُ
(2) فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ
سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ
(4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (5) )
Alif Laam
Miim.[.1] Telah dikalahkan bangsa Rumawi, [2] di negeri yang terdekat dan
mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, [3] dalam beberapa tahun (lagi).
Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari
(kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, [4]
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. [5]
وقال الله:( لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ
الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
مُحَلِّقِينَ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ
مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا (الفتح 27)
Sesungguhnya
Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan
sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam,
insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang
tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat
(al-fath 27)
Dari sudut
pandang yang lain Al-Quran tidak pernah ketinggalan zaman di dalam kancah
ilmiah selalu cocok dengan kenyataan yang terjadi, ketika kita angan-angan
ma'na dari ayat-ayatnya akan mendatangkan pandangan baru yang sesuai dengan
zamannya. Oleh karenanya Allah memerintahkan kita agar selalu bertafakkur untuk
membuktikan kebenaran apa yang di kandung Al-Quran. Seperti ayat :
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (سورة يونس101)
"Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman". (yunus101)
Satu contoh ayat
yang memberikan isyaroh pada kejadian yang sesuai dengan keilmuan zaman
sekarang :
قوله تعالى :( وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا
جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ
شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ (النمل88))
"Dan kamu
lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (an naml 88)
Ayat ini
menunjukkan bahwa bumi ini berputar pada porosnya.
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا
بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20 [سورة الرحمن: (2019]،
Dia membiarkan
dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, .(19) antarakeduanya ada
batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing [.20]
Ayat ini
menunujukkan bahwa air yang rasanya asin tidak bisa menyatu dalam satu tempat
dengan air yang rasanya tawar.
Sesuatu yang
terjadi di dunia ini memang salah satu fungsinya adalah menafsiri (menjelaskan)
Al-Quran. Allah berfirman:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي
أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ
أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (سورةفصلت53)
"Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu?"(Al-fushshilat 53)[1]
Kandungan
Al-Quran
Al-Quran
mengandung berbagai macam unsur hidayah yang menjamin kebahagiaan manusia baik
lahir maupun batin baik di dunia mapun di akhirat, jika manusia mampu
mengamalkan dengan ikhlas konsisten dan menyeluruh (kaffah) karena materi yang
terkandung didalamnya sangat banyak dan beragam dari hubungan manusia dengan
Allah, hubungan antara manusia dengan alam semesta. Sebagian ulama' ada yang
membaginya menjadi tiga hal yaitu:
1. Pengetahuan
tentang Dzat Allah (Dzat yang di sembah) ma'rifatul ma'bud
2. Pengetahuan tentang
cara beribadah (ma'rifatu kaifiyatul ibadah)
3. Pengetahuan tentang kehidupan antar manusia
3. Pengetahuan tentang kehidupan antar manusia
Sebagian ulama'
juga ada yang mengatakan bahwa kandungan Al-Quran ada tiga macam yaitu Akidah,
syari'ah dan akhlak . Untuk syari'ah juga masih ada dua hal:
1. Tentang
ibadah (hubungan hamba pada Tuhannya) seperti sholat, puasa, zakat, haji
2. Tentang
muamalat, hubungan yang terjadi pada sesama hamba seperti hukum ke keluargaan,
hokum pemerintahan, hukum yang menerangkan hukuman-hukuman suatu
jarimah(kejahatan)
Kisah singkat sejarah
pengumpulan Al-Quran
Al-Quran adalah
nama bagi kitab suci umat islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup (hidayah)
bagi seluruh umat manusia diwahyukan oleh allah kepada Nabi Muhammad setelah
Beliau berumur 40 tahun, di turunkan kepada beliau secara berangsur-angsur
selama kurang lebih 23tahun. Mushaf Al-Qur'an yang ada di tangan kita sekarang
ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu
lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik
untuk diketahui. Selain itu pelu selalu diingat bahwa jaminan atas keotentikan
Al-Qur'an langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya
QS.Al- Hijr -(15):9:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا
لَهُ لَحَافِظُونَ [الحجر : 9 ,15]
"Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan kamilah yang akan
menjaganya"
Pengumpulan
Al-Quran, istilah ini mempunyai dua arti: mengumupulkan di dada dalam arti
menghafalkannya, kedua menuliskan di benda-benda yang bisa di tulis.
Pengumpulan Al-Quran dalam bentuk yang pertama telah berlangsung sangat baik
mengingat orang arab pada saat itu masih ummi (tidak bisa membaca dan menulis)
andalan mereka satu-satunya dalam mengumpulkan informasi adalah hafalan,
betapapun demikian tidak semua sahabat hafal Al-Quran. Sedangkan dalam artian
yang kedua di jelaskan pada bagian berikut :
Al-Quran pada
zaman Rasulullah SAW.
Memandang wahyu
turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun
sebelum hijrah ke Madinah, kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun
waktu 23 tahun berikutnya, dimana Rasulullah SAW setiap kali turun wahyu
kepada-Nya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan
menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis
hadis-hadis Beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur'an. Rasul SAW
bersabda "Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Qur'an,
barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur'an maka hendaklah ia menghapusnya
" (Hadis dikeluarkan oleh Muslim dan Ahmad pada Bab Zuhud (hal 1). kita
dapat menarik anggapan bahwa pada masa kehidupan Beliau seluruh Al-Qur'an sudah
tersedia dalam bentuk tulisan.
Al-Quran pada
zaman Khalifah Abu Bakar As-Siddiq
Meski Nabi
Muhammad telah mencurahkan segala upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam
memelihara keutuhan Al-Qur'an, akan tetapi Beliau tidak merangkum semua surah
ke dalam satu jilid, sebagaimana ditegaskan oleh Zaid bin Tsabit dalam
pernyataannya,
قبض النبي صلى الله عليه وسلم ولم يكن القرأن
جمع في شيئ .
)"Saat Nabi
Muhammad wafat, Al-Qur'an masih belum dirangkum dalam satuan bentuk buku "
Di sini kita perlu memperhatikan penggunaan kata ‘pengumpulan' bukan ‘penulisan'. Berarti memang sebenarnya Kitab Al-Qur'an telah ditulis seutuhnya sejak zaman Nabi Muhammad, hanya saja belum disatukan dan surah-surah yang ada juga masih belum tersusun."Sepeninggal Rasulullah SAW, pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a baru terjadilah Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur'an yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Di sini kita perlu memperhatikan penggunaan kata ‘pengumpulan' bukan ‘penulisan'. Berarti memang sebenarnya Kitab Al-Qur'an telah ditulis seutuhnya sejak zaman Nabi Muhammad, hanya saja belum disatukan dan surah-surah yang ada juga masih belum tersusun."Sepeninggal Rasulullah SAW, pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a baru terjadilah Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur'an yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Adapun yang
menyebabkan adalah kehawatiran sahabat umar ketika banyak sahabat yang mati
shahid pada peperangan yamamah jika hal ini berlangsug maka akan banyak
Al-Quran yang hilang dengan meniggalnya para shahabat. Terpacu dari sebab ini
(menyelamatkan teks Al-Qur'an) Abu Bakar belum mensosialisasikan mushaf ini
kepada kaum muslimin, tapi masih membiarkan kaum muslimin menggunakan mushaf yang
ada pada mereka.
Al-Quran pada
zaman khalifah Utsman bin ‘Affan
Suatu saat
Hudzaifah yang pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam
(sekarang syiria) mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu
termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas
realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur'an yang mengarah
kepada perselisihan.Ia berkata : "wahai utsman, cobalah lihat rakyatmu,
mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Qur'an, jangan sampai mereka terus
menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani "..Utsman
merespon perkataan Hudzaifah Lalu Utsman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang
di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Utsman yang
anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Sa'id bin al'Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain. Dan juga
Utsman berpesan mereka apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu
pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan gaya bahasa
mereka .
terdapat banyak lagi
laporan tentang masalah ini.
Ada beberapa hal
yang perlu digarisbawahi dan perlu senantiasa diingat. Pertama, Al-Quran pada
dasarnya bukanlah ‘tulisan' (rasm atau writing) tetapi merupakan ‘bacaan'
(qira'ah atau recitation) dalam arti ucapan dan sebutan. Proses pewahyuannya
maupun cara penyampaian, pengajaran dan periwayatannya dilakukan melalui lisan
dan hafalan, bukan tulisan. Sejak zaman dahulu, yang dimaksud dengan ‘membaca'
Al-Quran adalah "membaca dari ingatan (qara'a ‘an zhahri qalbin, atau to
recite from memory)." Adapun tulisan berfungsi sebagai penunjang semata.
Sebab ayat-ayat Al-Quran dicatat, yakni dituangkan menjadi tulisan diatas tulang,
kayu, kertas, daun, dan lain sebagainya - berdasarkan hafalan, bersandarkan apa
yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari'muqri'.
Proses transmisi
semacam ini, dilakukan dengan isnaad secara mutawaatir dari generasi ke
generasi, terbukti berhasil menjamin keutuhan dan keaslian Al-Quran sebagaimana
diwahyukan oleh Malaikat Jibrial a.s kepada Nabi sallallaahu ‘alaihi wa-sallam
dan diteruskan kepada para Sahabat, demikian hingga hari ini.
Jadi seluruh
kekeliruan dan kengawuran orientalis bersumber dari sini. Orientalis, libral,
misalnya, berangkat dari sebuah asumsi keliru, menganggap Al-Quran sebagai
‘dokumen tertulis' atau teks, bukan sebagai ‘hafalan yang dibaca' . Dengan
asumsi keliru ini mereka lantas mau menerapkan metode-metode filologi yang
lazim digunakan dalam penelitian Bibel, seperti historical criticism, source
criticism, form criticism, dan textual criticism.
Akibatnya,
mereka menganggap Al-Quran sebagai karya sejarah (historical product), sekedar
rekaman situasi dan refleksi budaya Arab abad ke-7 dan 8 Masehi. Mereka juga
mengatakan bahwa mushaf yang ada sekarang ini tidak lengkap dan berbeda dengan
aslinya (yang mereka sendiri tidak tahu pasti), dan karenanya perlu membuat
edisi kritis (critical edition), merestorasi teks Al-Quran dan menerbitkan
naskah baru berdasarkan manuskrip-manuskrip yang ada.
Jadi Dari semua
keterangan-keterangan di atas kita bisa katakan bahwa Al-Quran sangat layak dan
sudah tidak diragukan lagi untuk dijadikan sebuah pijakan hukum -hukum
syar'i(dalil syar'i) karena Semua nas-nas Al-Quran itu qot'iy dari segi
datangnya kepada kita (qot'iy as tsubut) karena di pandang dari sejarah yang
ada, mengindikasikan sulitnya terjadi pemalsuan dan kebohongan. Akan tetapi
dari arah menunjukkan pada suatu hukum masih dibagi menjadi dua :qot'iy
al-dilalah dan dzoniy al-dilalah.
a. qot'iy
al-dilalah adalah ayat yang menunjukkan hukum pasti, yang tidak ada celah untuk
menta'wil dan tidak ada celah untuk memasukkan pemahaman-pemahaman selain
pemahaman yang pertama.contoh firman Allah:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ
مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ
رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ [النساء : 12]
Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Ayat ini secara
jelas menunjukkan zauj dalam hal ini mendapatkan bagian nisf ketika zaujah
tidak mempunyai anak,dan hukum -hukum seterusnya tanpa ada celah pemahaman yang
lain.
b. sebaliknya,
dzoniy al-dilalah artinya ayat tersebut menunjukan pada suatu hukum akan tetapi
masih mungkin untuk di ta'wil dan di arahkan pada ma'na (hukum)yang lain contoh
permasalahan lafadz qur' pada ayat:
قوله تعالى : وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ ( النمل 228 )
Wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru(albaqoroh228)
Karena secara
bahasa lafal qur' ini digunakan untuk dua ma'na terkadang ma'nanya thuhr
terkadang haid adapun nas yang ada ini menunjukkan bahwa orang perempuan yang
di tholaq melakukan iddah selama tiga qur' padahal quru' disini masih mungkin
di beri makna thuhr dan masih mungkin di beri arti haid tanpa ada kejelasan
dari salah satunya.
Kesimpulan
Dengan datangnya
Al-Quran secara tawatur maka sudah tidak di ragukan lagi keotentikan Al-Quran
dan kelayaannya untuk di jadikan dalil utama dalam pencarian suatu hukum hanya
saja nash-nash yang menunjukkan pada suatu hukum terkadang qot'iy al-dilalah
dan terkadang dzoniy al-dilalah.
http://www.ppalanwar.com
0 Response to "Al-Qur’an Wajib Menjadi Dalil Syar’i Yang Pertama"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!