Kyai Abdullah Fattah
Perbanyak
Tirakat Demi Kemuliaan Akhirat
Kyai Fattah
asli kelahiran Malang. Tepatnya di daerah Mbetek, Jl. Panjaitan. Abahnya, Kyai
Daim Tjitronegoro juga asli Malang. Tidak ada data yang pasti kapan persisnya
Kyai Fattah lahir. Ketika wafat tahun 2006, usia Kyai Fattah menurut salah satu
putranya, Gus Luqman sekitar 104 tahun.
Sejak kecil
Kyai Fattah sudah diajari agama secara ketat oleh abahnya. Bukan hanya diajari
ngaji biasa, tapi sudah dididik riyadhoh tirakat, utamanya puasa dan dzikir.
Kyai Fattah tipikal anak yang sangat manut kepada perintah orang tuanya. Kalau
diperintah sesuatu, misalnya shalat atau dzikir tidak pernah menolak dan banyak
bertanya, ini fadhilah apa, itu fadhilahnya apa. Kebiasaan riyadhoh sejak kecil
ini telah mendarah daging dalam diri Kyai Fattah sampai akhir hayatnya.
Kyai Fattah
tidak mengaji secara formal di sebuah pesantren. Namun Beliau ngaji keliling
dari ulama yang satu ke ulama yang lain. Tidak hanya ngaji syariat, tapi juga
ngaji ke beberapa ulama yang bisa menunjukkan hakikat ajaran Allah.
Mujahadahnya dalam ngaji dan riyadhoh, mengantarkan Beliau mendapat ilmu
ladunni. Meski tidak belajar membaca kitab, tapi Beliau bisa menerangkan isi
kitab itu. Meski tidak belajar menulis arab, Beliau bisa menulis, bahkan banyak
catatancatatan Beliau yang kini disimpan salah satu putranya. Kyai Fattah juga
diberi keistimewaan bisa pergi ke tempat jauh dalam waktu sekejap. Ketika
ditanya oleh putranya, Beliau menjelaskan bumi dilipat oleh Allah SWT. Dan
tidak ada yang mustahil bagi Allah. Ibarat bola dunia yang diskalakan menjadi
kecil.
Suatu ketika
pagi hari Kyai Fattah tahutahu nangis, lalu Beliau mengatakan, Nak, temanku ada
yang meninggal, siapa bah. Kyai Hamid Pasuruan. Padahal saat itu tidak ada yang
memberi tahu atau informasi dari siapapun. Kemudian Kyai Fattah berangkat ke
Pasuruan ditemani putranya, Gus Bisri. Sesampainya di sana, Beliau melihat
beberapa ulama kok ada yang guyonan. Ayo Bis kita keluar saja, wong ada wali
meninggal, kok masih sempat guyonan.Setelah merasa cukup hormat jenazah Kyai
Hamid dari kejauhan, mereka pulang kembali ke Malang.
Dzikir Ikan
Ayah dari 11
orang putra putri ini terus berpuasa sampai meninggal. Beliau sedikit sekali
makan dan tidur. Makannya bahkan ditakar, setiap hari hanya beberapa suap.
Bahkan, sering makan hanya dengan tiga suapan kentang. Shalat dan dzikir
malamnya luar biasa. Sepertinya Beliau tidak tidur malam. Ketika anaka naknya
bertanya, mengapa ibadahnya sampai begitu berat, Beliau menjelaskan bahwa kita
harus mengejar kehidupan akhirat, karena itu adalah kemuliaan yang sejati.
Tidak boleh main main untuk urusan akhirat. Setiap waktu sangat berharga. Demi
menjaga waktu yang sangat berharga, Kyai Fattah belajar dan mengamalkan dzikir
sirri setiap hembusan nafas diisi dengan dzikir, di samping ibadah atau
amaliyah syariat yang tetap dijaga.
Suatu saat, Gus
Bisri dimintai membetulkan akuarium yang rusak. Setelah itu dengan nada guyon,
Kyai Fattah matur, Bis, kamu ini kalah sama ikan.Lho kok bisa bah, jawab
Gus Bisri. Ikan ini berdzikir setiap saat, lha kamu gimana. Lihat tuh, mulut
ikan nggak pernah berhenti berkecap, itu sambil dzikir. Subhanallah. Kisah ini
mengisahkan kita tentang Nabi Daud dan seekor ulat. Ulat terus menerus
menggerakkan kepalanya untuk berdzikir. Bukankah, semua yang ada di jagat raya
ini berdzikir dan bertasbih. Hanya kita yang tidak mengerti tasbihnya mereka.
Menurut kyai
yang pernah menjadi Mustasyar NU Kota Malang ini,surga itu tidak gratisan.
Untuk meraih surga perlu perjuangan keras. Kita ingin punya rumah, ingin punya
kendaraan saja perlu ada perjuangan. Apalagi ingin surga. Dan surga itu
bertingkattingkat. Ada kelas ekskutif ada juga kelas ekonomi. Kalau kita ingin
memperoleh derajat yang tinggi, bersama para nabi, para syuhada dan para
auliya,ya harus berjuang sungguhsungguh, mempersiapkan sangu sebanyak dan
sebaik mungkin.
Ibadahnya
maksimal, dan jangan dirusak atau dihanguskan dengan penyakit penyakit hati.
Bukankah kalau kita ingin tidur di hotel berbintang saja, tarifnya berbeda
dengan hotelhotel biasa. Ini semua menjadi itibar atau pelajaran penting bagi
kita.
Membina
Masyarakat
Kyai Bisri juga
mengajarkan keikhlasan dan keistiqomahan. Beliau biasa ngajar ngaji keliling ke
kampungkampung, ke mushalla mushalla kecil sambil jalan kaki atau sesekali naik
bemo. Selain keliling ke beberapa tempat, setiap malam Jumat Legi, Kyai Fattah
juga membuka majelis dzikir di rumahnya di Jl. Mayjen Panjaitan IX. Meski
jamaah yang hadir tidak banyak Beliau tetap istiqomah. Beliau mengajak jamaah
untuk istighotsah, yasinan dan tahlinan. Dalam pengajiannya, Kyai Fattah lebih
suka mengajar tentang ibadah, utamanya shalat, karena ini kewajiban utama ummat
Islam.
Meski diberi kemampuan lebih, Kyai Fattah tetap membumi. Untuk mencukupi nafkah
keluarganya, Beliau tetap mela kukan ikhtiar lahir dengan cara be kerja untuk
mememenuhi nafkah keluarga. Beliau pernah usaha jualan minyak tanah beberapa
tahun, dan juga pernah punya bemo yang dijalankan oleh sopirnya, kadang kalau
tidak ada sopir, Beliau sendiri yang nyupiri bemo tersebut. Alhasil Beliau
tidak mau berpangku tangan.
Kyai Fattah juga memposisikan dirinya sebagai orang biasa. Dalam bermasyarakat,
Beliau bisa berbaur dengan siapa saja. Beliau bahkan pernah menjadi ketua RT
dan Kepala Kelurahan Penanggungan. Tak heran jika Beliau memahami betul
kondisidan situasi di masyarakat.
Di samping itu, Kyai Fattah juga sosok yang sangat menghargai orang lain.
Beliau mau menerima tamu kapan saja. Meskipun di pagi hari, saat Beliau baru
tidur beberapa menit, kalau dibisiki ada tamu Beliau segera bangun untuk
menemui dan menghormat sang tamu. Tamu Beliau bermacammacam, apalagi Kyai
Fattah juga dikenal biasa me ngobati tabib. Bukan hanya mereka yang ingin
berobat, bahkan tamu yang ingin didoakan usahanya lancar, hajatnya terka bul.
Lucunya, sampai ada juga tamu yang minta nomor buntut. Semua dilayani, Beliau
tidak mudah memarahi atau menyalahkan. Dibimbing pelanpelan lalu didoakan.
Bagi Beliau, semua orang dengan karakter dan model yang bermacammacam itu
hakikatnya ya iradah terjadi atas kehendak Allah SWT. Semua makhluk Allah yang
harus dihormati. Kalau kita menghina berarti kita menghina sang pencipta.
Enam bulan sebelum kematiannya, Kyai Fattah sudah bersiapsiap. Aku belajar
menghadapi mati nak, begitu kata beliau kepada putranya. Sebab, menurut Beliau
kematian itu sangat berat. Nabi saja ketika dicabut nyawa disebutkan dalam
riwayat merasakan sakit. Padahal itu Nabi dan Malaikat Izrail sudah mencabut
dengan sehalushalusnya. Itulah salah satu alasan mengapa Kyai Fattah sampai
jauhjauh hari ingin belajar menghadapi kematian. Beliau ingin lulus dan selamat
sampai di surga.
Kyai Fattah menghembuskan nafas terakhirnya, untuk kembali menghadap Yang Maha
Kuasa pada tanggal 12 Maret 2006 yang bertepatan dengan tanggal 11 bulan Shafar
1427 H. Jasadnya dimakamkan di area Pondok Pesantren Bahrul Maghfirah yang kini
diasuh oleh putranya, Gus H. Lukman Karim.
Sumber: http://mediaummat.co.id/kyai-abdullah-a-fattah-mbetek-malang/
syukron...saya amat terbantu dengan blog ini..mohon izin ngopy..kalau ada artikel yang sesuai untuk di tularkan pada orang lain..
ReplyDeleteSemoga bermanfa'at :)
ReplyDeleteAbah.....
ReplyDeleteGus lukman juga sdh seda n skrg pondok dipimpin gus bisri,kakak gus lukman...
ReplyDelete