Membangun Etika Pergaulan melalui Puasa
Dalam pandangan Islam,
syahwat terhadap lawan jenis merupakan salah satu kesenangan hidup dan karunia
Allah yang diberikan kepada manusia. Dalam surah Ali Imran: 14 dikatakan:
“Dihiasi kepada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik [surga].
Menyalurkan syahwat
sesuai aturan merupakan sunnah Rasul dan pekerjaan yang terpuji. Oleh karenanya
Islam mensyariatkan pernikahan dan mengharamkan perzinahan. Salah satu tujuan
pernikahan adalah agar penyaluran syahwat birahi manusia tidak menyimpang dari
ajaran agama dan agar melindungi keturunan manusia. Sedangkan perzinahan adalah
tindakan yang sangat tercela dalam dan Islam dan merupakan dosa besar bahkan
diancam dengan hukuman yang sangat berat. Tidak hanya perzinahan, hubungan
sesama jenis atau penyimpangan seksual yang tidak wajar lainnya juga dilarang
agama. Itu menunjukkan bahwa diperlukan manajemen yang baik dalam menyalurkan
hasrat birahi agar tidak terjerumus ke dalam tindakan yang diharamkan.
Banyaknya kasus
perselingkuhan dalam rumah tangga, hamil di luar nikah, pergaulan bebas dan
perilaku asusia lainnya di masyarakat, adalah juga karena banyaknya masyarakat
kita yang melupakan ajaran agama tentang manajeman syahwat tersebut. Akibatnya,
institusi pernikahan sering tidak terlalu disakralkan lagi dan hal itu
diperparah oleh pengaruh media yang bebas.
Salah satu cara untuk melatih dan mendidik kita dalam melakukan manajeman
syahwat tersebut adalah melalui ibadah puasa. Dengan berpuasa, kemampuan untuk
mengendalikan syahwat birahi bisa ditingkatkan. Rasulullah s.a.w. pernah
berpesan “Wahai para pemuda barangsiapa memiliki kemampuan, maka hendaklah ia
menikah, karena itu akan meredam mata dan menjaga kemaluan. Barangsiapa tidak
mampu, hendaklah ia berpuasa karena itu bisa meredamkan (hasrat
birahi)[Muslim].
Selama puasa, hubungan
badan suami istri di siang hari bulan Ramadhan diharamkan dan membatalkan
puasanya. Begitu juga aktifitas seksual seperti onani, juga membatalkan puasa.
Hanya pada malam hari hubungan suami istri tetap diperbolehkan hingga fajar
menyingsing. Puasa mengharuskan seseorang melakukan pembatasan dalam
menyalurkan syahwat seksualnya yang halal. Itu merupakan penyadaran kepada kita
bahwa di sana ada etika, ada rambu-rambu dan ada peraturan-peraturan yang harus
diikuti dalam hubungan lawan jenis, baik di dalam kehidupan rumah tangga maupun
di masyarakat. Hubungan badan yang diperbolehkan hanyalah melalui ikatan
pernikahan. Agama melarang berduaan lawan jenis yang bukan muhrim. Begitu juga
agama mencela ikhtilat, yaitu percampuran lelaki perempuan yang tanpa asas
manfaat yang diperbolehkan agama.
Aturan dan etika
tersebut harus senantiasa kita promosikan dan sosialisasikan di masyarakat
kita, tidak hanya pada bulan Ramadhan. Terutama lagi kepada kaum remaja kita,
agar mereka memahami etika dan rambu-rambu agama yang mengatur hubungan dan
pergaulan antar jenis. Dengan begitu kita ikut membentengi mereka dari terbawa
arus pergaulan bebas yang dibawa oleh kebebasan media saat ini. Semoga
nilai-nilai puasa Ramadhan dapat senantiasa kita amalkan dalam kehidupan dan
masyarakat kita.
Sumber:
http://www.facebook.com/PesantrenVirtual1/posts/10150959329325981
0 Response to "Membangun Etika Pergaulan melalui Puasa"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!