Meraih Kemuliaan dan Kemenangan
“Dan ketahuilah
kemuliaan seorang mukmin adalah sholatnya di malam hari dan kejayaannya adalah
ketidak tergantungannya kepada manusia.”
Kalau
kita saksikan berita peringatan Tahun Baru Imlek di berbagai media terutama di
televisi, kita melihat satu pemandangan yang memilukan dan mengiris perasaan.
Coba saja lihat, berapa banyak masyarakat yang rela antri berjam-jam bahkan
berhari-hari di depan kelenteng untuk memperebutkan angpau yang terkadang
isinya tidak seberapa. Bahkan di sebuah kelenteng, masyarakat sampai
uyel-uyelan (berdesak-desakan) hanya untuk mendapatkan seribu rupiah.Kalau
ditanya, siapa mereka. Ya jelas mereka adalah mayoritas bahkan bisa jadi
semuanya orang Islam. Bayangkan bu, pak, di mana wajah Islam, di mana martabat
agama kita, ketika ummatnya hidup dengan mengemis, meminta-minta dan
menggantungkan dirinya dari uluran tangan orang lain, apalagi dari kaum non
muslim. Masya Allah, sungguh suatu pemandangan yang sangat memprihatinkan.
Islam
mengajarkan agar ummatnya hidup mandiri dan tidak memelas apalagi jadi beban
orang lain. Islam mengajarkan agar kita menjaga harga diri, martabat kita
lebih-lebih martabat agama. Islampun mengajarkan agar umatnya hidup dalam
kemuliaan dan meraih kemenangan. Banyak orang yang ingin meraih kemuliaan dan
kemenangan. Namun, sayangnya banyak yang keliru menempuh jalannya. Ada yang
ingin mulia dan terhormat lha kok pergi ke mbah dukun minta jampi-jampi, atau
pergi ke paranormal minta agar diramalkan nasibnya. Selain itu, juga masih
banyak yang keliru memahami apa itu kemuliaan dan kemenangan yang sebenarnya.
Banyak yang beranggapan kemuliaan ya identik dengan kekayaan, kedudukan
dan ketenaran. Banyak yang menganggap kemenangan adalah kekuasaan dan
sanjungan. Lha, kalau arti kemuliaan dan kemenangan saja masih belum , apalagi
cara meraihnya.
Kemuliaan
yang hakiki adalah kemuliaan dalam pandangan Allah SWT. Dan ukurannya bukan
dalam penampilan dhohir, seperti kecantikan atau kegagahan. Namun, ukuranya
adalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat al-Hujurat ayat 13: Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa.
Namun,
selain memperhatikan pentingnya nilai ketakwaan kita dalam hubungan kepada
Allah, kitapun masih perlu memperhatikan etika, nilai dan aturan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebab, bagaimanapun kita adalah makhluk sosial yang
tidak bisa lari dari sesama. Nah, dalam bermasyarakat tentu juga ada
nilai-nilai kemuliaan dan kemenangan seseorang, termasuk yang paling utama
adalah kemandirian, tidak ngerepoti orang lain.
Mengambil
hikmah dan kandungan hadits di atas, paling tidak ada tiga langkah utama
agar mampu meraih kemuliaan dan kemenangan.
Mentalitas
yang Bagus dan Tidak Nuruti Nafsu
Untuk
mendapatkan kemuliaan dan kemenangan harus melalui langkah-langkah yang
benar. Pertama mentalitas kita harus dibangun sebaik mungkin. Membangun
mentalitas, tentu tidak lepas dari pengendalian diri dan nafsu. Oleh karena
itu, kita harus betul-betul mampu menahan dan mengendalikann nafsu.
Karena orang yang nuruti nafsunya dia akan hina dan rendah dalam pandangan
manusia, lebih-lebih dalam pandangan Allah.
Sebagai
contoh, orang yang nuruti nafsunya, bolak balik menikah, atau bolak balik nikah
cerai lama kelamaan akan dicibir atau digunjing oleh masyarakat. Orang yang
nuruti nasfunya berlagak sombong, keminter atau sok jagoan juga akan dijauhi
bahkan dibenci masyarakat.
Orang
yang nuruti nafsunya, lalu minum-minuman keras semaunya, teler di jalanan
dengan tampang yang awut-awutan sambil sempoyongan tentu akan menjadi hina. Di
masyarakat saja tidak dihargai apalagi di hadapan Allah. Orang yang nuruti
nafsunya sehingga wani korupsi uang rakyat, ngemplng hak rakyat miskin,
mengkhianati amanah yang diberikan rakyat lama kelamaan juga akan jatuh
hina. Bahkan orang yang nuruti nafsunya denagn cara makan sepuasnya tanpa
memperhatikan kesehatan, juga akan mengalami sakit dan kalau sudah sakit tentu
akan rugi sendiri. Jadi syarat pertama kalau ingin mulia dan meraih
kemenangan adalah tidak nuruti nafsu.
Menguatkan
Hubungan dengan Allah
Kedua,
untuk mendapat kemuliaan kita harus dekat kepada Allah. Dan diantara salah satu
jalan yang paling utama adalah qiyamullail (sholat malam). Malam hari adalah
waktu yang istimewa lebih-lebih sepertiga akhirnya. Pada saat itu, kita sangat
dianjurekan untuk bangun malam lalu bersujud dan bermunajat kepada Allah SWT.
Nah, untuk bisa qiyamullail, kitapun harus awali dengan mengekang nafsu, sebab
kalau sudah nuruti nafsu ya nggak bisa bangun tidur. Kalau sudah kena hangatnya
selimut, mata jadi sulit melek, badan jadi aras-arasan bangun. Kalau orang
sudah bisa mengarahkan nafsunya, maka dia akan mampu sholat malam. Dia akan
mampu mengekang nafsunya untuk menahan kantuk atau nikmatnya tidur dalam
hangatnya selimut untuk menghadap Allah dan berbisik dengan untaian kalimat
dzikir serta panjatan do’a.
Kalau seseorang sudah begitu kuat hubungannya kepada Allah, ketergantungan dan keyakinannya pada Allah, maka dia sudah punya modal kuat untuk meraih kemuliaan dan kemenangan. Sebaliknya kalau orang yang tidak punya hubungan kuat dengan Allah, sebanyak apapun usaha dan modalnya dia tidak akan berhasil. Meskipun nampaknya berhasil, tapi keberhasilan itu semu dan suatu saat akan hancur. Bisa jadi dia di dunia dia sudah jatuh, atau nanti di akhirat kelak.
Kalau seseorang sudah begitu kuat hubungannya kepada Allah, ketergantungan dan keyakinannya pada Allah, maka dia sudah punya modal kuat untuk meraih kemuliaan dan kemenangan. Sebaliknya kalau orang yang tidak punya hubungan kuat dengan Allah, sebanyak apapun usaha dan modalnya dia tidak akan berhasil. Meskipun nampaknya berhasil, tapi keberhasilan itu semu dan suatu saat akan hancur. Bisa jadi dia di dunia dia sudah jatuh, atau nanti di akhirat kelak.
Mandiri.
Sebagai
pribadi maupun sebagai umat kita semestinya bisa mandiri dalam arti tidak
menggantungkan pada orang lain (istighnaauhu aninnaasi). Kemandirian yang perlu
dibangun perlu diterapkan dalam berbadagi bidang. Pertama memelas atau
meminta minta bantuan orang lain. Orang sepintar apapun tapi kalau masih tidak
mandiri belum dikatakan menang. Seorang lelaki seganteng apapun tapi kalau
untuk makan saja masih ndompleng orang tuanya ya belum dikatakan menang dan
mulia. Islam mengajarkan umat agar berusaha untuk mandiri. Kalaupun tidak bisa
membantu orang lain, paling tidak jangan ngeriwuki (membebani) orang lain.
Dari
Abi Dzar Jundub bin Junadah ia berkata, Saya matur kepada Rasulullah: Apakah
amal yang paling utama, Beliau bersabda: Iman kepada Allah dan jihad di
jalan-Nya. Aku bertanya lagi: Hamba sahaya apakah yang paling utama, beliau
bersabda: Yang paling baik dan besar harganya. Aku bertanya: Kalau saya tidak
mampu berbuat seperti itu, beliau bersabda: Engkau membantu orang dengan
bekerja. Aku bertanya, Ya Rasulallah apakah pendapatmu jika saya tidak
mampu berbuat (bekerja), beliau bersabda: Jagalah dirimu untuk berbuat buruk
kepada manusia, karena itu termasuk sedekah darimu untukmu (HR. Bukhari Muslim)
Dalam
Hadits yang lain disebutkan: Jika seseorang diantara kalian mengambil tali
kemudian ia membawa kayu bakar dengan talinya itu di punggungnya lalu dijual,
Allah menjaga kehormatannya itu. Dan itu lebih baik daripada meminta-minta
kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak (HR. Bukhari Muslim)
Para
ulama juga harus berusaha untuk mandiri, tidak mengemis atau mengekor pada
pemerintah. Sebab, kalau masih mengemis pada pemerintah, akan merasa kesulitan
atau paling tidak sungkan ketika akan mengoreksi atau mengkritik pemerintah.
Selain
kemandirian ekonomi, kitapun harus menjaga kemandirian idiologi dan pemikiran.
Kita harus betul-betul yakin bahwa idiologi, ajaran dan pemikiran kita adalah
yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah. Oleh karenna itu kita jangan latah
mengikuti atau makmum pada idiologi, ajaran dan pemikiran orang lain. Apalagi
yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.
Kalau
ummat Islam, ikut-ikutan idiologi dan ajaran orang-orang di luar Islam, maka
akan hina. Kita nanti dianggap lemah dan tidak punya pegangan hidup, kalau
sudah begini maka mereka akan gampang menghancurkan Islam.
Alhasil,
kita harus berusaha menggapai kemuliaan, mulia di sisi Allah dan juga mulia
dalam pandangan manusia.
Sumber:
mediaummat.co.id/meraih-kemuliaan-dan-kemenangan/
0 Response to "Meraih Kemuliaan dan Kemenangan"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!