Persepsi Hukum dan Pembangunan
Persepsi Hukum dan Pembangunan
Kalau secara
gamblang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu konsep yang di dalamnya
terdapat perihal usul tentang perubahan perilaku manusia yang diinginkan, maka
dapat disimpulkan bahwa hakikat Pembangunan Hukum adalah bagaimana merubah
perilaku manusia kearah kesadaran dan kepatuhan hukum terhadap nilai-nilai yang
hidup dan diberlakukan dalam masyarakat. Tegasnya membangun perilaku manusia
dan masyarakat harus di dalam konteks kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara dimana mereka mengerti dan bersedia menjalankan kewajiban hukumnya
sebagai warganegara dan mengerti tentang bagaimana menuntut hak-hak yang
dijamin secara hukum dalam proses hukum itu sendiri.
Pembangunan harus juga ditujukan bagaimana merubah prilaku rakyat bangsa
Indonesia, dari perilaku yang serba terbelakang menuju kearah perilaku yang
lebih maju sosial ekonomi, budaya, akhlak serta perilaku yang sejahtera dengan
memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Dalam konteks ini jelas
pembangunan tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan manusia atau
masyarakat terhadap nilai-nilai hukum. Pembangunan hukum harus dilakukan secara
simultan dengan perencanaan pembangunan lainnya yang dilaksanakan dalam proses
perencanaan pembangunan suatu bangsa secara global, karena sasaran akhir (goal
end) perencanaan pembangunan adalah “prilaku manusia” yang mematuhi nilai-nilai
pembangunan itu sendiri.
Atas dasar pemikiran ini pembangunan hukum yang bermuara pada kesadaran dan
kepatuhan hukum masyarakat haruslah mendapat perhatian yang utama dari seluruh
aspek pembangunan yang direncanakan. Perlu kita ketahui bahwa hukum sebagai
suatu disiplin ilmu sebenarnya mempunyai 2 (dua) obyek, yaitu obyek formil dan
obyek materil. Obyek formil dari ilmu hukum adalah bagaimana meletakkan dasar
dan pegangan agar terciptanya ketertiban, ketenteraman, kepatutan dan keadilan
bagi individu dan masyarakat, sedang Obyek Materiil dari ilmu hukum adalah
bagaimana menciptakan terbentuknya budaya perilaku manusia dan masyarakat yang
sadar dan patuh serta memahami betul terhadap hak dan kewajibannya sebagai
bagian dari komunitas suatu masyarakat, dari suatu bangsa dan/atau suatu
negara.
Kita sangat prihatin melihat budaya prilaku hukum bangsa kita yang semu dimana
sebenarnya di dalamnya penuh dengan potensi kekerasan dan ketidakpedulian
dengan tertib yang dituntut di dalam habitatnya. Potensi prilaku hukum ini
dapat digambarkan seperti budaya perilaku berlalu-lintas di jalanan. Kepatuhan
berlalu-lintas di jalanan lebih dapat terjadi jika ada polisi lalu-lintas yang
siap selalu mengawasi para pemakai jalan atau pengendara di jalanan, jika
Poltas tidak ada maka semua rambu-rambu lalu lintas cenderung untuk dilanggar
terutama pelanggaran terhadap tanda lampu lalu lintas yang ada di
persimpangan-persimpangan jalan. Tertib tidaknya suatu masyarakat terhadap
hukum dapat diukur dari kesadaran masyarakat dalam berlalu-lintas di jalanan
umum.
Bahkan tidak sedikit pula banyak pemakai jalan (pengendara) yang cenderung
melanggar rambu –rambu jalanan dan sama sekali tidak memperdulikannya sekalipun
ada Polisi Lalu-Lintas yang menjaganya saat itu. Pembangunan Hukum agaknya
tidak dapat berjalan mulus jika akar masalah yang merupakan indikator-indikator
gagalnya suatu pembangunan itu tidak diselesaikan, misalnya antara lain yang
menyangkut : 1) aspek kesejahteraan (prosperity) yang di dalamnya menyangkut
beberapa indikator antara lain indikator tersedianya lapangan pekerjaan dengan
gaji yang “cukup” ; 2) aspek sarana dan pra-sarana jalan yang mengakomodir
kenyamanan dan keamanan para pengendara pemakai jalan ; 3) aspek profesionalnya
para penegak hukum ; 4) aspek terjaminnya kebutuhan masyarakat yang menyangkut
sandang, pangan dan papan ; 5) aspek berjalannya system yang kondusif dari
infrastruktur dan suprastruktur yang menyangkut bidang pelayanan publik ; serta
banyak lagi aspek-aspek lainnya yang tidak dapat disebutkan mengingat
terbatasnya kolom.
Tegasnya Pembangunan Hukum tidak dapat dilakukan secara parsial atau merupakan
suatu konsep yang berdiri sendiri. Masyarakat cenderung tidak patuh pada semua
rambu-rambu norma dan hukum jika aspek yang mendasar yang menyangkut kebutuhan
hidupnya terancam dan/atau sulit dapat terpenuhi di tengah-tengah system global
dimana mereka hidup. Jika ini terjadi, jangan berharap banyak masyarakat kita
mau dengan sadar mematuhi semua norma dan kaidah hukum yang berlaku di negara
kita. Hal ini secara berantai akan melahirkan dampak dari hasil Pembangunan yang
semu. Apakah itu pembangunan demokrasi, pembangunan moral dan akhlak bangsa,
pembangunan phisik berupa sarana dan pra-sarana berupa gedung-gedung
perkantoran dan super market, atau pembangunan sarana pendidikan yang hanya
melahirkan dan memproduksi para pencari kerja. Pembangunan hukum harus
dilakukan secara simultan dan sinergi dengan aspek pembangunan lainnya. Tanpa
seperti itu ia menjadi utopia, sehingga hukum hanya bisa dipatuhi oleh
masyarakat di dalam system pemerintahan yang otoriter.
Oleh : Drs. M.
Sofyan Lubis, SH.
Sumber: http://www.kantorhukum-lhs.com/1.php?id=persepsi-hukum-dalam-pembangunan
0 Response to "Persepsi Hukum dan Pembangunan"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!