Ada Perbedaan dalam Perjanjian Dua Bahasa, Mana yang Berlaku?
Pertanyaan:
1. Apakah ada
ikatan minimum waktu dalam surat perjanjian? 2. Jika surat perjanjian kerjasama
dibuat dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia), apabila ada inkonsistensi,
disepakati yang dipakai adalah bahasa inggris. Adakah aturan yang mengikat
mengenai penggunaan bahasa dalam surat perjanjian kerjasama? Terima kasih atas
jawabannya.
Jawaban:
1. Dalam suatu
perjanjian, tidak ada ikatan minimum waktu yang harus ditentukan dalam
perjanjian. Hal ini berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak dalam Pasal
1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menyatakan para
pihak dalam membuat kontrak bebas untuk membuat suatu perjanjian, apapun isi
dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi:
“Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.”
Kekuatan suatu
perjanjian pada dasarnya mengikat bagi para pihak yang membuatnya sepanjang
para pihak menyetujui mengenai bentuk dan isi dari perjanjiannya dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, ikatan minimum yang Anda
maksudkan tidak diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan,
melainkan diatur dan disepakati bersama oleh para pihak.
2. Mengenai
penggunaan bahasa dalam suatu perjanjian kerjasama dengan pihak asing,
berdasarkan Pasal 31 UU No. 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (“UU
24/2009”) menyatakan bahwa:
(1) Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman
atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing
ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa
Inggris.
Lebih jauh
dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa:
(1) “Yang
dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu
setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional,
dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek
hukum internasional lain.
Perjanjian
internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau
bahasa Inggris. Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang
digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.
(2) Dalam
perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa
nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu
sama aslinya.”
Pengaturan
mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian kerjasama dengan pihak
asing telah diatur secara tegas tanpa dapat ditafsirkan lain. Pasal 31 UU
24/2009 secara tegas mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam suatu
kontrak yang seluruh atau sebagian pihaknya adalah pihak Indonesia. Dan jika
kontrak tersebut sebagian pihaknya adalah pihak asing, maka kontrak tersebut
ditulis dalam bahasa nasional pihak(-pihak) asing bersangkutan dan/atau dalam
Bahasa Inggris.
Dalam hal
terjadi inkonsistensi/perbedaan isi perjanjian, dapat disepakati oleh para
pihak, versi manakah yang berlaku karena seperti disebutkan dalam penjelasan Pasal
31 ayat (2) UU 24/2009 bahwa semua naskah itu sama aslinya, yakni kekuatan
berlakunya sama.
Dasar Hukum:
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847
No. 23);
2. Undang-Undang
No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan.
Sumber: hukumonline.com
0 Response to "Ada Perbedaan dalam Perjanjian Dua Bahasa, Mana yang Berlaku?"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!