Qardhawi: Dosa Besar tidak Menghapus Iman
Kemaksiatan dan
dosa-dosa besar, meskipun selalu dilakukan dan pelakunya tidak bertobat, akan
mencabik-cabik dan mengurangi iman. Namun, tidak sampai merusak dasarnya dan
menghapuskannya secara total.
Jika dosa dan maksiat dipandang dapat menghancurkan dan mencabut iman dari
akarnya serta mengeluarkan pelakunya dari Islam secara mutlak, berarti maksiat
dan murtad merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Pelaku maksiat berarti sama dengan seorang murtad yang wajib dijatuhi hukuman
sebagai orang murtad. Dengan demikian, tidak perlu adanya bermacam-macam
hukuman seperti pezina, pencuri, perampok, pemabuk, pembunuh, dan sebagainya.
Ketentuan ini tentu saja tertolak dengan adanya nash dan ijmak.
Nash Alquran menunjukkan persaudaraan si pembunuh dengan wali si terbunuh
sebagaimana yang tersebut dalam ayat qishash, “Hai orang-orang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik. Dan hendaklah (yang diberi maaf)
mambayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.” (QS.
Al-Baqarah: 178).
Alquran menetapkan adanya keimanan pada dua golongan (mukmin) yang sedang
berperang sebagaimana tersebut dalam firman Allah, “Dan jika ada dua
golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.
Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang
lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), damaikanlah antara keduanya dengan adil; dan berlaku adillah. sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin
adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat:
9-10).
Makna kedua ayat di atas menetapkan adanya keimanan dan persaudaraan seagama
antara sesama mukmin, meskipun mereka berperang. Rasulullah SAW bersabda dalam
hadis sahih, “Janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku nanti,
sebagian kalian memukul wajah sebagian yang lain!”
Kemudian hadis Rasulullah SAW lagi, “Bila dua orang Muslim berhadapan
dengan masing-masing menghunus pedang, maka yang membunuh dan yang dibunuh
sama- sama masuk neraka!”
Dengan merujuk pada hadis yang disebut terakhir ini, Imam Bukhari berdalil
bahwa kemaksiatan tidak menjadikan pelakunya kafir, sebab Rasulullah SAW (dalam
hadis tersebut) masih menyebutnya sebagai "dua orang Muslim",
meskipun keduanya diancam dengan neraka. Adapun yang dimaksud peperangan di
sini ialah bila terjadi tanpa takwil yang layak.
Hathib bin Abi Balta’ah pernah melakukan suatu kesalahan yang pada zaman
sekarang dapat disebut sebagai 'pengkhianatan terbesar' ketika ia hendak
membocorkan rahasia Rasulullah SAW dan pasukannya kepada kaum Quraisy menjelang
penaklukan Kota Makkah.
Ketika itu Umar berkata, "Ya Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal
lehernya, karena ia telah berbuat munafik.”
Bagaimana sikap Rasulullah SAW? Apakah beliau menghukumnya? Tidak, beliau tidak
menghukumnya. Beliau malah memaafkannya dengan alasan ia termasuk orang yang
ikut serta dalam Perang Badar.
Sumber: republika.co.id
0 Response to "Qardhawi: Dosa Besar tidak Menghapus Iman"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!