Hukum Menikahi Wanita Hamil yang Ditinggal Pacarnya
Pertanyaan:
Teman saya
menikahi wanita hamil 2 bulan yang ditinggal pacarnya. Setelah bayi itu lahir
mereka cerai. Pertanyaan saya: 1. Apakah teman saya masih berkewajiban
memberikan nafkah kepada anak tersebut hingga dewasa? 2. Apakah anak tersebut
punya hak waris atas teman saya karena pada akta kelahiran anak tersebut, nama
ayah anak tersebut adalah teman saya. Terima kasih.
Jawaban:
Seperti Saudara
jelaskan, teman Saudara telah menikahi seorang perempuan yang sedang mengandung
2 (dua) bulan. Kami menganggap bahwa pernikahan teman Saudara telah didaftarkan
kepada Petugas Pencatatan Pernikahan baik itu di Kantor Urusan Agama (KUA)
ataupun Catatan Sipil. Hal ini mengingat adanya Akta Kelahiran dari bayi
tersebut atas nama teman Saudara sebagai ayahnya (orang tua).
Sebelum kami menjawab pertanyaan Saudara, perlulah diketahui bahwa dilakukan
atau tidak dilakukannya pencatatan atas pernikahan yang telah diadakan memiliki
dampak yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”)
mengatur sebagai berikut :
“1. Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu;
2. Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Dengan
dilakukan pencatatan terhadap perkawinan, maka dengan demikian ketentuan apapun
mengenai perkawinan yang berlaku di Negara kita, secara otomatis berlaku
terhadap perkawinan tesrebut. Dan sebaliknya, apabila tidak dilakukan
pencatatan perkawinan, maka ketentuan perkawinan pun tidak berlaku terhadap
perkawinan tersebut. Dengan kata lain, bagi Negara terhadap perkawinan yang
belum dilakukan pencatatan tidak pernah dianggap telah melangsungkan
perkawinan.
Pencatatan perkawinan bukanlah syarat untuk dapat dikatakan bahwa perkawinan
tersebut sah atau tidak, hanya saja merupakan pintu masuknya perlindungan hukum
terhadap perkawinan (atau apapun dampaknya) yang sedang berlangsung.
Perlu kami
sampaikan bahwa dengan adanya pencatatan perkawinan yang telah dilakukan oleh
teman saudara maka sekalipun bukan ayah biologis dari anak tersebut, teman
saudara memiliki kewajiban yang telah diatur dalam UUP.
Sekalipun teman
Saudara telah bercerai, seperti disampaikan di atas, bahwa dengan adanya
pencatatan perkawinan maka ketentuan mengenai perkawinan pun
berlaku. Pasal 41 UUPmenegaskan sebagai berikut :
“Akibat
putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu
atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata
berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan
anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak
yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut;
c. Pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.”
Undang-undang
telah mengatur bahwa kedua orang tua, khususnya teman Saudara, memiliki
kewajiban untuk mengeluarkan biaya pemeliharaan hidup maupun pendidikan yang
diperlukan anak tersebut sekalipun kedua orang tua telah bercerai.
Lantas
bagaimana dengan waris, apakah anak tersebut memiliki hak waris terhadap harta
warisan milik teman Saudara? Mengenai hal ini Pasal
42 UUP menentukan sebagai berikut:
“ Anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah.”
Adapun yang
dikategorikan sebagai anak sah adalah semua anak yang dilahirkan pada saat atau
sebagai akibat dari perkawinan sah yang telah dilakukan oleh teman Saudara.
Mengenai siapa saja yang berhak atas harta warisan, Pasal 832 ayat
(1) KUHPerdata menerangkan sebagai berikut :
“ Menurut
undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga
sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup
terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini.”
Dengan
demikian, mengingat anak tersebut merupakan anak sah dari teman Saudara, maka
anak tersebut berhak atas harta waris teman Saudara.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Sumber:
-www.hukumonline.com
0 Response to "Hukum Menikahi Wanita Hamil yang Ditinggal Pacarnya"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!