Mafia Hukum & Mafia Peradilan
Mafia Hukum & Mafia Peradilan
Sumber: http://www.kantorhukum-lhs.com/1.php?id=Mafia-Hukum-dan-Mafia-Peradilan
Mafia Hukum di sini
lebih dimaksudkan pada proses pembentukan Undang-undang oleh Pembuat
undang-undang yang lebih sarat dengan nuansa politis sempit yang lebih
berorientasi pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Bahwa sekalipun dalam
politik hukum di Indonesia nuansa politis dalam pembuatan UU dapat saja
dibenarkan sebagai suatu ajaran dan keputusan politik yang menyangkut kebijakan
publik, namun nuansa politis di sini tidak mengacu pada kepentingan sesaat yang
sempit akan tetapi “politik hukum” yang bertujuan mengakomodir pada kepentingan
kehidupan masyarakat luas dan berjangka panjang.
Sebagai contoh kecil
lahirnya Undang-undang Ketenagakerjaan No.25 tahun 1997 yang mulai diberlakukan
pada tanggal 01 Oktober 2002 ( berdasarkan Perpu No.3 tahun 2000 yang telah
ditetapkan sebagai UU berdasarkan UU No. 28 tahun 2000), namun belum genap
berumur 6 bulan UU tersebut berlaku UU tersebut telah dicabut pada tanggal 25
Maret 2003 dengan diundangkan lagi UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang mengganti UU No.25 tahun 1997.
Silih bergantinya
undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan di Indonesia tidak dapat lepas dari
adanya kekuatan tarik-menarik kepentingan antara kepentingan tenaga kerja
dengan kepentingan para Pengusaha yang konon kepentingan para Pengusaha
tersebut diperjuangkan melalui mereka yang sekarang disebut sebagai “Politisi
Busuk”.
Dan pada akhirnya sudah
dapat ditebak keberadaan UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tersebut
dalam praktiknya lebih memihak kepada kalangan Pengusaha. Banyak lagi
perundang-undangan kita lainnya yang mengalami nasib senada dengan itu, dan itu
semua terjadi karena faktor politis yang bertujuan sempit dari para Pembuat
undang-undang.
Sedang Mafia Peradilan
di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik yang ada di tangan para
Penegak Hukum dimana secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi
suatu komoditas yang dapat diperdagangkan.
Hukum dan keadilan
menjadi barang mahal di negeri ini. Prinsip peradilan yang cepat, biaya ringan
dan sederhana sulit untuk ditemukan dalam praktik peradilan. Di negeri ini Law
Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain dari kata
“sulit dan susah untuk diharapkan”.
Salah satunya yang
mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” di
semua birokrasi dan stratifikasi sosial yang telah menjadikan penegakan hukum
hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dan pidato-pidato kosong.
Bahkan secara faktual
tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu
berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan.
Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang berminat
sebagai pembelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum
tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat
yang sama ada pihak lain yang menawarnya.
Kenyataan ini
memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada
mereka yang lemah dan miskin. “ Sekali lagi tidak akan pernah… ! ” Sindiran
yang sifatnya sarkatisme mengatakan, “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang
baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil
yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah
ada dinegeri ini”.
Tapi agaknya para
Penegak Hukum, Politisi, Pejabat dan Tokoh-Tokoh tertentu dalam masyarakat kita
tidak akan punya waktu dan ruang hati untuk dapat mengubris segala bentuk
sindiran yang mempersoalkan eksistensi pekerjaan dan tanggungjawab publiknya,
jika sindiran itu bakal mengurangi rejekinya. Buruknya proses pembuatan
undang-undang dan proses penegakan hukum yang telah melahirkan stigmatisasi
mafia hukum dan mafia peradilan di Indonesia, yang kalau kita telusuri
keberadaannya ternyata mengakar pada kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu
bangsa.
Sehingga apa yang
disebut dengan mafia hukum dan mafia peradilan eksistensinya cenderung abadi
karena ia telah menjadi virus mentalitas yang membudaya dalam proses penegakan
hukum di negeri ini. Sehingga berbicara tentang Law Enforcement di Indonesia
tidaklah bisa dengan hanya memecat para Hakim, memecat para Jaksa dan memecat
para Polisi yang korup, akan tetapi perbaikan tersebut haruslah dimulai dengan
pembangunan pendidikan dengan pendekatan pembangunan kebudayaan mentalitas kita
sebagai suatu bangsa dan membangun moral force serta etika kebangsaan yang kuat
berlandaskan pada Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun upaya untuk
menempatkan hukum menjadi panglima di negeri ini diperlukan juga adanya polical
will dari para elite politik dan gerakan moral dari seluruh anak bangsa yang
perduli akan nasib bangsa ini, serta membrantas politikus busuk yang lagi sibuk
merebut kekuasaan !
Oleh : Drs. M Sofyan
Lubis, SH
0 Response to "Mafia Hukum & Mafia Peradilan"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!