Syeikh Abdul Aziz: Perpolitikan Wanita, Dulu dan Kini
Syeikh Abdul Aziz: Perpolitikan Wanita, Dulu dan Kini
Fatwa itu sendiri terbit pada bulan Jumadi Akhir 1427 H di majalah Al Buhuts Al Islamiyah, edisi 78.
Wanita boleh menjadi anggota Majelis
Syura Saudi dan mencalonkan diri dalam pemilu baladiyah (lokal) serta memiliki hak untuk memilih para calon
setelah Raja Abdullah memutuskan hal itu pada hari Ahad kemarin, dan itu atas
saran dari Hai’ah Kibar Ulama Saudi.
Sebagaimana dilansir alarabiya.net
(25/9/2011) Raja Abdullah menyatakan, "Oleh karena kita menolak
marjinalisasi perempuan dalam masyarakat Saudi di setiap bidang profesi mereka,
sesuai dengan aturan syariat dan bermusyawarah dengan banyak ulama kita, khususnya
yang berada di Haiah Kibar Ulama dan di luarnya, yang memandang hal ini baik
dan mendukungnya.”
Pengumuman tersebut disampaikan Raja
Abdullah dalam pidatonya di Dewan Syura, yang juga dihadiri oleh Mufti Besar
Arab Saudi serta Ketua Hai’ah Kibar Ulama Syeikh Abdul Aziz Ali Asyeikh,
sebagaiman diansir Al Iqtishadiyah (25/9/2011)
Mufti Pernah Tolak Wanita Masuk Syura
Namun, pada fatwa yang masih tertulis
di situs resmi Syeikh Abdul Aziz Ali As Syaikh ini, mufti.af.org.sa, sikapnya
berbeda. Beliau menolak tuntutan wanita masuk syurah. Ini terlihat dalam fatwa
yang merespon adanya pembicaraan di kalangan kaum wanita intelektual Saudi
mengenai keikutsertaan wanita dalam perpolitikan , termasuk keikut sertaan
mereka dalam Majelis Syura dan mengikuti pemilu.
Syeikh Abdul Aziz menjawab dengan
menjelaskan bahwa Yahudi dan Nashrani memiliki rasa iri yang besar kepada umat
Islam, hingga mereka menginginkan umat Islam menjadi kufur seperti mereka.
Kemudian beliau mengajak agar
tuntutan-tuntutan untuk mengikutsertakan wanita dalam perpolitikan agar
ditinjau ulang,”Aku menyatakan, sesungguhnya tuntutan-tuntutan ini dan
semisalnya harus ditinjau ulang, apakah ia merupakan bentuk pengabdian terhadap
Islam? Apakah membantu memberi kontribusi pada umat? Apakah menyebabkan
tingginya agama ini?”
Syeikh Abdul Aziz juga menilai bahwa
tuntutan persamaan hak merupakan salah satu bentuk tipu daya musuh,”Ada apa
yang mereka promosikan di masa-masa akhir ini dari hak-hak wanita, sesungguhnya
semua ini merupakan bentuk dari tipu daya.”
Di akhir tulisan, Syeikh Abdul Aziz
mengajak agar semua pihak bersama-sama melawan langkah-langkah musuh, dan hal
itu lebih dari masalah keikutsertaan wanita dalam syura atau persamaan serta
seruan sejenisnya.
Fatwa itu sendiri terbit pada bulan Jumadi Akhir 1427 H di majalah Al Buhuts Al Islamiyah, edisi 78.
0 Response to "Syeikh Abdul Aziz: Perpolitikan Wanita, Dulu dan Kini"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!