Hanya Ada Kemauan Allah
Sekarang ini banyak yang belum paham, ini ulama atau kyai, kadang-kadang banyak
yang menyebut kyai ya ulama, ulama ya kyai. Tapi sebenranya tidak begitu. Kyai
itu panggilan dari masyarakat, sedangkan ulama itu yang manggil Al-Qur’an dan
hadits Rasulullah SAW.
Kapan orang disebut kyai?. Pokoknya orang kampung menyebut orang yang punya
santri, orang yang bisa pidato dengan panggilan kyai. Pagi dilantik pengurus
NU, siang dipilih jadi ketua cabang, lha, sore sudah dipanggil kyai.
Tapi kalau ulama adalah Al’Aamilu bil 'Ilmi Wal Waqifu Alaa Sya’nihi. Mereka
adalah orang yang berilmu dan lakonnya cocok dengan ilmunya. Kalau ilmu bisa
dibaca di dalam kitab, tapi mencocokkan ilmu dengan amal adalah bagian dari
hidayah Allah SWT. Meskipun ilmu tambah tinggi, kalau hidayah tidak ikut, dia
akan jauh dari kebenaran Allah SWT.
Seorang ahli hukum, mungkin membela hukum, mungkin menegakkan hukum, mungkin
jual beli hukum dan lucunya banyak sarjana hukum yang masuk hukuman di
mana-mana. Apa sesungguhnya yang terjadi? Ilmu adalah sesuatu, tapi
pertanggungjawaban ilmu adalah sesuatu yang lain, baik kepada ummat maupun
kepada Allah SWT. Jadi, kalau mencari ilmu itu disisipkan di tengahnya ibadah,
maka menjadi triplek yang satu lagi berubah menjadi arang. Ketika ilmu itu diamalkan,
amal ditarik oleh ilmunya dan maka Allah akan hadir, menggedor hatinya,
mengetuk hatinya maka bukan hanya allama bil qolam tapi allamal insaana ma lam
ya’lam. Maka terbukalah dimensi-dimensi.
Kok bisa seorang wali itu bisa tahu sesuatu yang belum terjadi? Seorang wali
itu mengetahui sesuatu, berarti sesuatu itu ada dan skenerio Allah yang lalu
bisa diputar kembali dan yang akan datang bisa diketahui. Berarti qodar dan
qodho itu ada. Tapi kenapa qodho dan qodar tidak diberikan Allah kepada semua
orang? Karena kalau dibuka kepada seseorang, mereka tidak kuat menerima sesuatu
yang terjadi dimasa yang akan datang.
Orang yang disebut arif itu bukan karangannya yang banyak, tetapi dia tidak
punya kemauan apa-apa kecuali kemauan Allah SWT. Kalaupun ada sisa itu sedikit
karena harus ada basyariyahnya (sisi kemanusiaannya), karena kalau total dia
adalah Rasul.
Rasul SAW adalah seorang yang berhasil untuk selalu (setiap saat, kapanpun dan
dimanapun) tidak menuruti hawa nafsunya, sehingga ketika dia berbicara hakikatnya
Allahlah yang berbicara, dan ketika dia melihat maka mata Allahlah yang
melihat, dan ketika dia melakukan sesuatu dengan tangannya, maka tangan
Allahlah yang melakukannya. Orang-orang seperti ini telah berhasil
meng-eliminasi Aku-nya dan karenanya tergantikan oleh Sang AKU (Allah). Inilah
yang sering diistilahkan oleh para ahli irfan (tasawuf) sebagai ‘fana fillah’.
Karena setiap ucapan dan perbuatannya adalah kebenaran dari Allah. Karena
itulah, ketaatan kepada Rasul SAW hakikatnya adalah ketaatan kepada Allah,
sesuai dengan ayat “athiullah wa athiur rasul wa ulil amri minkum” (taatilah
Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri di antaramu).
Oleh: KH. Hasyim Muzadi
(Disampaikan pada acara maulid dan haul KH. Abdul Hamid Pasuruan)
0 Response to "Hanya Ada Kemauan Allah"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!