Maqamat Az-Zuhd dalam Tasawuf
Maqamat Az-Zuhd
dalam Tasawuf - Kezuhudan (zuhd) bermakna: a. Berpalingnya hati dari kesenangan
duniawi da tidak menginginkannya. b. Tahap ketiga berupa tobat(tawbah) dan
kesalihan (wara’).
Tindakan
meninggalkan dan menyendiri bukanlah kemestian kebenaran dalam kezuhudan bagi
“orang-orang peringkat ahir,” tetapi termasuk syarat-syarat kezuhudan untuk”orang-prang
peringkat awal.” Dalam memuji kezuhudan, guna membedakan orang-orang gadungan
dari orang-orang tulus, sebagian kata-kata syaikh meliputi keharusan untuk
meninggalkan kekayaan dan berbagai macam kesenangan.
Dalam khazanah
kitab suci, istilah yang berhubungan dengan zuhud hanya disebutkan satu kali
dalam surat Yusuf ayat 20, sehubungan dengan dijualnya Yusuf oleh
saudara-saudaranya kepada seorang wazir Mesir.
Istilah itu berbentuk isim fa'il, al-zaahiduun, yang maknanya bahwa
saudara-saudara Yusuf sudah tidak tertarik lagi hatinya kepada Yusuf. Dari ungkapan ini, sikap zahid diartikan
sebagai sikap tidak terpengaruhnya hati kepada masalah keduniaan. Pemaknaan seperti ini seanda dengan
penafsiran Rasyid Rida yang mengartikannya dengan "sedikit harapan"
(Rasyid Rida, Tafsir al-Manar).
Al-Jailani
mengemukakan bahwa kedudukan manusia terletak pada kezuhudan hatinya. Ia mengemukakan dan memprioritaskan untuk
memakai pakaian batinnya, kemudian kalbunya, lalu ruhnya, baru kemudian ke
seluruh tubuhnya. Dengan sikap itulah,
ia akan memeperoleh kasih sayang, rahmat, dan anugerah yang mampu mengubah
kaedaannya; melepaskan kemuraman dengan kebahagian; mennganti penderitaan
dengan kenikmatan; kebencian dengan kegembiraan; ketakutan dengan rasa aman; kefakiran
dengan kekayaan.
Oleh karenanya,
Syekh Al-Jailani membedakan antara zahid al-haqqi dan al-zahid sl-shury. Zahid hakiki adalah orang yang menghilangkan
dunia secara keseluruhan dari dalam hatinya.
Sementara zahid shuri adalah orang yang hanya menghilangkan dunia dari
tangannya, tetapi hatinya tetap memikirkan dan menginkinkan atau disibukkan
oleh dunia.
Akan tetapi,
bukan berarti bahwa zahid hakiki menolak dunia dalam bentuk rezeki yang datang
kepadanya. Mereak tetap menerima rezeki
tersebut dan dijadikan sarana memeperkuat fisiknya dalam beribadah kepada
Allah. Untuk itu, mereka senantiasa
merasa cukup dengan bagian yang telah dianugerahkan Allah kepadanya tanpa
berorientasi kepada dunia dengan segala isi dan tipu dayanya.
Selanjutnya,
ada tiga kezuhudan :
-Kezuhudan
orang-orang awam (al-awwam) dalam peringkat pertama.
-Kezuhudan
orang-i\orang khusus (al-khawwash) dalam peringkat kedua adalah kezuhudan dalam
kezuhudan. Ini berarti berubahnya kegembiraan dari perolehan kezuhudan yang
menjadi tiang penyangga kegembiraan, kehandak sang hamba dan nafs nay dipenui
dengan dengan kebahagiaan akhirat. Dengan fana’ kehendaknya sendiri dalam
kehendak Allah, maka ini menjadi kenyataan.
-Kezuhudan
orang-orang khusus dikalangan kaum khusus (khawwash al-khawwash) dalam
peringkat ketiga, yakni kezuhudan bersama Allah. Ini hanyalah khusus di
peruntukkan bagi para nabi dan manusia suci, dan berada di dunia setelah fana’
kehendaknya sendiri atau kehendak Allah.
Kezuhudan
adalah hasil dari hikmah dan lahirnya pengetahuan. Dalam aplikasi kezuhudan,
kesenangan di dunia ini adalah hasil dari kejahilan dan lahirnya kegelapan hati.
Untuk menjahui
dunia yang fana dan menginginkan kebahagiaan dalam kehidupan abadi diakhirat,
seorang yang melakukan kezuhadan memijakkan amal perbuatan pada landasan yang
tangguh dan kukuh(yakni, kehendak Allah).
0 Response to "Maqamat Az-Zuhd dalam Tasawuf"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!