Adiwarman Azwar Karim: Bank Syariah Harus Membuktikan Diri
Bank-bank
syariah bertumbuh pesat dalam kurun waktu enam tahun belakangan. Dari segi
jumlah, setidaknya telah ada sekitar 12 bank syariah. Fenomena ini diantisipasi
oleh pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memfatwakan bunga bank haram,
beberapa waktu lalu. Reaksi dan tanggapan beragam bermunculan. Namun bagi anggota
Dewan Syariah Nasional MUI, Adiwarman Azwar Karim, hal itu adalah sesuatu yang
wajar. "Karena kalau tidak begitu, akan di mana lagi akan ditampung
orang-orang yang belum bisa ber-bank syariah," kata ayah tiga anak ini.
Ekonomi syariah memang telah menjadi perhatiannya sejak lama. Adiwarman yang
juga menjabat Dirut Karim Business Consulting ini bahkan telah banyak
menelurkan buku-buku tentang ekonomi Islam. Berikut petikan wawancaranya
seputar fatwa bunga bank, perkembangan bank syariah serta fenomena yang terjadi
di masyarakat : Masyarakat tersentak dengan keluarnya fatwa haram bunga bank
sampai menimbulkan silang pendapat.
Sebenarnya apa
pertimbangan utama Dewan Syariah MUI mengeluarkan fatwa ini? Perlu saya
jelaskan, fatwa itu tidak secara tiba-tiba keluar. Sebetulnya ini merupakan
antisipasi dari perkembangan bank syariah yang begitu cepat. Tahun 90-an lalu
fatwa serupa sudah pernah keluar. Dan tentu tidak ada harapan segalanya
langsung berubah setelah keluarnya fatwa kemarin.Hal tersebut lebih merupakan
antisipasi perkembangan bank syariah yang demikian pesat, baik di perbankan,
asuransi dan sebagainya. Bayangkan, hingga 12 tahun, hanya ada 9 bank. Sekarang
tahun 2004 saja, akan ada 9 bank syariah baru.
Dengan begitu,
tanpa ada fatwa pun, bank syariah sudah berkembang sendiri. Hanya sekarang kita
lihat, dengan cepatnya pertumbuhan ini, maka saya kira yang tepat untuk
mengantisipasi itu adalah menggunakan instrumen fatwa.
Tapi ada yang
berpendapat, soal bunga bank bisa tak perlu difatwakan?
Mungkin berbeda
penafsiran. Karena kalau tidak difatwakan, akan menjadi seolah-olah
perkembangan bank syariah semata-mata drive dari bisnis, gitu lho. Jadi
ngebisnisin syariah. Kita tentu tidak mau muncul anggapan seperti itu.
Sentimentil kesyariahan justru dimanfaatkan hanya untuk memperbesar
bisnis.Sejatinya, ini bukan semata business driven. Karena menurut Islam, riba
memang haram. Kalau kemudian secara bisnis meningkat, ya itu hal lain. Harusnya
dilihat seperti itu selain kenyataannya pembukaan bank syariah yang baru nanti,
sudah direncanakan jauh hari sebelum fatwa bunga bank keluar.
Menurut saya,
ini memang keinginan pasar, menginginkan adanya syariah. Oleh
karenanya, hal tersebut diantisipasi dengan fatwa tadi. Jangan sampai
kemudian ada pula pemikiran, menjelang pemilu syariah dikembangkan. Ini tidak
ada urusannya dengan itu.
Bisa dijelaskan
fenomena pertumbuhan perbankan syariah tersebut? Begini, selama separo dari 12
tahun, jadi 1992 sampai 1998, cuma ada satu bank syariah, yakni Bank Muamalat
Indonesia (BMI). Walau secara makro pertumbuhannya lamban, namun BMI sendiri
mengalami perkembangan menggembirakan.
Nah mulai tahun
1998-2003, bank syariah bertumbuh dahsyat. Ketika BNI dan BRI bikin syariah,
orang lain 'kan lihat, lho bikin syariah sukses. Padahal ketika BMI sendirian,
orang tidak tahu itu. Hanya saja dari segi aset, bank-bank syariah ini baru 0,5
persen dari total aset bank konvensional. Tapi dari sisi pertumbuhan bank
syariah ke depan, saya kira akan sanggup melampaui pertumbuhan di Malaysia.
Mengapa tidak
disosialisasikan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan fatwa sehingga tidak
menimbulkan pro kontra? Ya bagaimana... belum sempat sosialisasi, pemberitaan
soal ini sudah mengemuka duluan. Masyarakat tersentak. Ditambah lagi ketika
mereka tahu bahwa account bank syariah baru 0,5 persen, artinya dari
200 orang cuma satu orang yang menggunakan jasa bank syariah.
Wajar saja
kalau ada 199 yang teriak. Tadinya ada pemikiran untuk menunggu hingga asetnya
mencapai 20 persen. Namun setelah melihat kondisi yang ada, ternyata
pertumbuhannya jauh lebih cepat dari yang dikira. Perkembangan itu apakah bisa
mengindikasikan bahwa masyarakat secara berangsur-angsur akan beralih ke bank
syariah? Masyarakat sebenarnya sudah lama sadar dan ingin beralih ke bank syariah.
Akan tetapi, ketika ingin ke bank syariah, mereka belum happy. Ada dua hal yang
jadi masalah. Pertama, kelengkapan produk dan fasilitas bank syariah masih
kurang. Kita masih kesulitan untuk membayar billing statement, bayar tagihan
handphone, bayar ini itu, dan melalukan transaksi perbankan lainnya.
Belum semudah
yang bisa dilakukan di bank konvensional. Artinya di sini, layanan dan
fasilitas dari bank syariah belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Kedua, jangkauannya terbatas. Misalnya saja, jika kita ingin mengambil uang di
ATM bank syariah, kita tinggal di Ciputat, maka kita harus pergi dulu ke Pondok
Indah atau Jl Sudirman. Sedangkan bila bank konvensional, anda jalan 100 meter
sudah ketemu ATM-nya. Begitu juga kantor-kantor cabangnya yang tidak di setiap
kota ada.
Bagaimana
mengatasinya?
Undang lebih
banyak bank untuk masuk, sampai semua bank konvensional itu punya syariah. Baru
selesai persoalan. Pokoknya kita harus sabar. Menurut penelitian kita tahun
2002, ternyata orang-orang syariah itu istilahnya, dia itu ada di masyaraat dan
berada di lapisan yang tipis serta menyebar. Kalau dilayani dengan pembukaan
cabang-cabang suatu bank, jelas ongkosnya akan mahal.Ada satu cara, yakni di
tiap kantor cabang bank konvensional membuka counter unit bank syariah-nya. Itu
yang kita akan dorong, karena pembiayaannya akan jauh lebih murah. Bayangkan,
bikin satu kantor cabang biayanya bisa mencapai Rp 200-300 juta.
Satu kantor cabang pembantu bahkan bisa menghabiskan Rp 1 miliar. Oleh sebab
itu kita upayakan supaya bank-bank konvensional yang punya unit syariah, itu
membikin cabang syariahnya dalam satu gedung kantor cabangnya. Peraturan BI
membolehkan hal tersebut.
Jadi ini tidak terkait iman dan pemahaman yang kurang terhadap riba, namun
lebih disebabkan kesiapan bank-bank syariah itu sendiri? Masyarakat Indonesia
masih pada shalat kok. Maksud saya, masyarakat pasti sudah tahu bahwa riba itu
haram. Tapi kasih kami alternatif dong yang
semudah dan
selengkap yang ada di bank konvensional.
Tahun 2003, kita
melakukan riset terhadap nasabah bank konvensional. Responden yang orang kaya
menyatakan bunga tidak penting bagi mereka. Mereka hanya butuh kemudahan,
fasilitas. Bunga kecil tak jadi masalah. Tetapi, sebagian besar responden
menaruh uangnya untuk saving. Mereka inilah yang ingin ke syariah karena
menginginkan yang 'bersih' dan halal.
Terhadap pendapat yang kurang setuju dengan fatwa bunga bank, bagaimana
menyikapinya? Itu justru bagus menurut saya. Karena kalau tidak begitu nantinya
malah repot. Artinya harus di mana lagi ditampung orang-orang yang belum bisa
ber-bank syariah. Ini 'kan kita bicara Jakarta dan kota-kota besar lainnya.Di
Makassar cuma ada tiga bank syariah. Begitu kita bicara desa, mana ada bank
syariah itu. Makanya dalam fatwa itu dibagi dua. Jadi kalau mau dibilang bias,
ya bias. Dalam artian bias terhadap orang kota. Data BI per Juni 2003, kota
yang ada kantor bank syariahnya minimal dua, hanya ada 14 kota. Apa realistis,
dengan jumlah itu mampu melayani sekian juta penduduk Muslim kita. Di samping
itu, dengan adanya beda pendapat tadi, akan memberikan balancing.Beda pendapat
adalah wajar. Kita pun tak bisa mengharapkan semuanya bersikap setuju pada
fatwa ini, kecuali terhadap ayat dan Hadis yang menyatakan riba itu haram. Kita
harus realistis bahwa sampai akhir zaman masih ada orang yang suka makan riba,
mencuri dll. Apakah kita bisa bercita-cita memimpikan satu kondisi yang tidak
demikian adanya?Maka dari itu, daripada kita repot menghujat orang yang masih
suka makan bunga, mendingan dikembalikan ke bank syariah untuk membuktikan
diri. Let the people choose. Ini sama kasusnya ketika dulu orang-orang Islam
banyak yang menyekolahkan anaknya di sekolah Nasrani karena menganggap mutunya
lebih baik.
Kita 'kan nggak
mungkin bikin fatwa soal itu. Sehingga cara terbaik adalah mengembangkan
sekolah-sekolah Islam yang berkualitas. Terbukti setelah melihat hasilnya,
mereka beralih ke sekolah-sekolah Islam. Pendekatan seperti itu yang harusnya
dikembangkan.
0 Response to "Adiwarman Azwar Karim: Bank Syariah Harus Membuktikan Diri"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!